Liputan6.com, Jakarta - Pakaian yang fashionable atau yang mengikuti trend kini semakin diminati oleh masyarakat, terutama kalangan muda. Model pakaian yang semakin beragam dengan gaya modern dan kekinian membuat banyak orang berlomba-lomba tampil modis.
Namun, di balik tren tersebut, ada hal penting yang perlu diperhatikan, terutama terkait dengan tata cara berpakaian yang sesuai dengan norma dan aturan agama.
Pendakwah kondang, Ustadz Adi Hidayat (UAH), memberikan pandangannya terkait fenomena pakaian fashioable ini. Menurutnya, sah-sah saja jika seseorang ingin berpakaian fashionable. Namun, perlu diingat bahwa gaya berpakaian tersebut tetap harus memenuhi syarat menutup aurat dan tidak menimbulkan potensi kekacauan di masyarakat.
Advertisement
"Pakaian nih silakan fashionable ya, yang bagus, yang indah. Tapi beriringan menutup aurat ya? Jangan dibuka, jangan menggunakan pakaian-pakaian atau mengenakan pakaian-pakaian yang potensial melahirkan kekacauan, melahirkan perselisihan, melahirkan syahwat," ujar UAH dalam sebuah ceramahnya, yang dikutip Rabu (07/05/2025) dari tayangan video di kanal YouTube @hwmofc.Â
Lebih lanjut, UAH mengingatkan agar masyarakat tidak terlalu bebas dalam mengekspresikan gaya berpakaian. Menurutnya, setiap orang bebas memilih pakaian yang diinginkan, namun kebebasan itu tetap harus mengikuti norma dan aturan yang ada. Jangan sampai, kata UAH, gaya berpakaian yang dipilih justru menimbulkan gejolak di tengah masyarakat.
Hal ini menjadi penting mengingat tren fashion yang berkembang pesat saat ini. Tidak sedikit orang yang merasa sah-sah saja tampil dengan pakaian terbuka, tanpa memikirkan dampaknya pada lingkungan sekitar. Padahal, menurut UAH, manusia secara fitrah memiliki dorongan syahwat dan nafsu yang dapat tergugah oleh penampilan seseorang.
UAH juga menekankan pentingnya menjaga pandangan. Ia menilai, masalah muncul bukan hanya dari pihak yang melihat, tetapi juga dari pihak yang berpakaian tidak sesuai aturan.
UAH menegaskan, jangan terlalu mudah menyalahkan orang lain yang merasa terganggu dengan gaya berpakaian kita. Menurutnya, jika seseorang berpakaian dengan rapi dan tertutup, orang lain pun dapat lebih mudah mengatur pandangannya. Namun, jika berpakaian terlalu terbuka, maka wajar jika muncul ketidaknyamanan.
Baca Juga
Â
Simak Video Pilihan Ini:
Viral Benda Asing Mirip UFO Melintas di Langit Sumatera dan Kalimantan dan Jatuh di Samudra Hindia
Jangan Mengundang Syahwat
"Anda boleh berkata dia enggak bisa mengatur pandangannya aja. Iya, karena anda berpakaian tak teratur. Kalau Anda teratur, dia bisa mengatur pandangan, tapi karena anda enggak teratur, dibuka semua ya fitrahnya kan manusia itu keluar ada syahwat dan nafsu," jelas UAH.
Lebih lanjut, UAH juga menyoroti adanya kesalahpahaman mengenai kebebasan berpakaian. Ia menegaskan bahwa kebebasan tidak berarti bebas sebebas-bebasnya tanpa aturan. Setiap kebebasan tetap terikat oleh norma dan nilai yang telah disepakati bersama.
"Jadi di konteks ini mesti paham. Jangan ada kebebasan murni, semua diikat dengan norma. Enggak semua bisa mengatakan bebas boleh tidak diikat dengan norma. Ya, semua ada norma yang disepakati," tutur UAH.
Pesan ini dianggap relevan di tengah semakin longgarnya standar berpakaian di berbagai kalangan. Sebagian orang mungkin merasa bahwa pilihan pakaian adalah hak pribadi sepenuhnya, namun UAH mengingatkan bahwa pilihan tersebut tetap ada batasannya.
Menurut UAH, menjaga diri dari perbuatan yang dapat memicu syahwat adalah bagian dari menjaga norma sosial. Ketika seseorang berpakaian dengan cara yang baik, secara tidak langsung ia juga menjaga kenyamanan orang lain.
Selain itu, UAH juga menyampaikan bahwa berpakaian rapi dan tertutup tidak hanya bernilai secara agama, tetapi juga secara sosial. Gaya berpakaian yang terlalu terbuka dapat menimbulkan persepsi negatif dan berpotensi menimbulkan konflik di masyarakat.
Di sisi lain, UAH mengakui bahwa menjaga pandangan memang merupakan kewajiban bagi setiap individu. Namun, ia menekankan bahwa hal itu akan lebih mudah dilakukan jika pihak yang berpakaian juga menjaga auratnya dengan baik.
Advertisement
Bijaksanalah dalam Berpakian
Oleh karena itu, UAH mengajak masyarakat untuk lebih bijak dalam berpakaian. Fashionable boleh, tetapi tetap memperhatikan nilai kesopanan dan norma agama. Dengan begitu, penampilan yang menarik tetap dapat dilakukan tanpa mengabaikan adab.
Pada akhirnya, UAH mengajak masyarakat untuk tidak menafsirkan kebebasan berpakaian secara mutlak. Semua kebebasan, kata dia, tetap ada aturannya dan harus diselaraskan dengan norma sosial serta tuntunan agama.
Fenomena tren fashion yang berkembang pesat memang tidak bisa dihindari. Namun, UAH berharap agar masyarakat tetap memperhatikan etika dalam berpakaian, sehingga tidak ada pihak yang merasa dirugikan.
Sikap bijak dalam berpakaian ini juga diharapkan dapat menumbuhkan rasa saling menghargai. Dengan memilih pakaian yang tertutup namun tetap stylish, seseorang dapat tampil modis tanpa menimbulkan kontroversi.
UAH juga mengingatkan agar tidak mudah terpengaruh oleh tren yang bertentangan dengan nilai agama. Ia berharap agar masyarakat lebih selektif dalam mengikuti perkembangan mode, sehingga tetap menjaga martabat sebagai muslim.
Pesan terakhir dari UAH adalah agar masyarakat tidak asal mengikuti tren berpakaian yang dianggap modern, tetapi juga mempertimbangkan dampak sosialnya. Tampil menarik bukan berarti harus mengorbankan nilai moral yang telah diajarkan.
Dengan menjaga etika berpakaian, diharapkan masyarakat dapat tampil fashionable namun tetap dalam koridor yang sesuai. Hal ini penting agar tidak hanya menarik secara visual, tetapi juga memberikan kenyamanan bagi orang di sekitar.
Penulis: Nugroho Purbo/Madrasah Diniyah Miftahul Huda 1 Cingebul