Liputan6.com, Jakarta - Hasil Survei Status Gizi Indonesia (SSGI) 2024 menunjukkan, angka prevalensi stunting nasional berhasil turun menjadi 19,8 persen. Meski demikian, tantangan belum usai. Pemerintah bersiap menggencarkan intervensi di sejumlah wilayah prioritas guna mengejar target nasional 2029.
Stunting, kondisi gagal tumbuh pada anak akibat kekurangan gizi kronis, terus menjadi fokus utama pemerintah dalam pembangunan sumber daya manusia Indonesia. Dalam acara diseminasi hasil SSGI 2024 yang digelar di Auditorium Siwabessy, Gedung Kemenkes pada Senin (26/5/2025), Kementerian Kesehatan melalui Badan Kebijakan Pembangunan Kesehatan (BKPK) menyampaikan capaian terbaru yang cukup menggembirakan.
Baca Juga
Capaian Positif, Tapi Target Masih Panjang
Hasil survei nasional menunjukkan prevalensi stunting nasional menurun dari 21,5% di tahun 2023 menjadi 19,8% pada 2024. Menteri Kesehatan (Menkes) RI, Budi Gunadi Sadikin, menyebut capaian ini sebagai hasil kerja keras lintas sektor.
Advertisement
“Target kita tahun lalu adalah 20,1%, dan alhamdulillah hasil survei menunjukkan 19,8%. Artinya, kita berhasil melampaui target sebesar 0,3%,” ungkap Menkes Budi.
Meski demikian, tantangan ke depan tetap besar. Pemerintah menargetkan angka stunting turun menjadi 14,2% pada 2029, sesuai Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN).
“Target ini tidak mudah, tapi cukup menantang untuk dikejar. Dari angka 21,5% di 2023, kita harus turun ke 14,2% di 2029, artinya kita harus menurunkan sekitar 7,3% dalam lima tahun,” jelasnya.
Fokus Enam Provinsi dan Intervensi Sejak Pra-Kelahiran
Menkes Budi menegaskan bahwa intervensi harus difokuskan pada enam provinsi dengan jumlah balita stunting terbesar: Jawa Barat (638.000 balita), Jawa Tengah (485.893), Jawa Timur (430.780), Sumatera Utara (316.456), Nusa Tenggara Timur (214.143), dan Banten (209.600).
“Kalau enam provinsi ini bisa kita turunkan 10%, maka secara nasional kita bisa turun 4–5%. Karena 50% anak stunting ada di enam daerah ini,” tegasnya.
Ia juga menekankan pentingnya upaya sejak masa kehamilan, terutama pada remaja putri dan ibu hamil, sebagai bagian dari 11 intervensi spesifik sektor kesehatan.
“Stunting itu terjadi bukan setelah lahir, tapi bahkan sejak dalam kandungan. Maka intervensi kepada ibu hamil sangat penting. Jangan sampai ibu-ibu hamil kekurangan gizi atau anemia,” katanya.
Program pengukuran lingkar lengan dan kadar hemoglobin (Hb), distribusi tablet tambah darah, serta suplementasi mikronutrien menjadi fokus. Selain itu, penguatan mutu pengukuran di Posyandu didukung dengan 300.000 alat antropometri, promosi ASI eksklusif, pemberian makanan tambahan (PMT), dan imunisasi juga dijalankan secara masif.
Advertisement
Data Jadi Fondasi Kebijakan
Kepala BKPK Kemenkes RI, Prof. Asnawi Abdullah, menekankan pentingnya data sebagai landasan pengambilan kebijakan. Menurutnya, pelaksanaan SSGI 2024 di 38 provinsi dan 514 kabupaten/kota berhasil memberikan gambaran status gizi yang komprehensif.
“Alhamdulillah, SSGI 2024 telah terlaksana dengan sangat baik dan menghasilkan data status gizi mulai dari tingkat nasional hingga kabupaten/kota. Ini menjadi fondasi penting untuk memperkuat kebijakan berbasis data,” ujar Prof. Asnawi.
Ia mencatat, penurunan prevalensi stunting tahun ini telah mencegah sekitar 337.000 balita dari risiko stunting, melampaui target RPJMN sebesar 325.000 balita.
Namun, ia juga mengingatkan adanya disparitas antarwilayah dan kelompok sosial ekonomi. “Prevalensi stunting sangat bervariasi. Misalnya, pada kelompok pendapatan sangat rendah, angkanya jauh lebih tinggi dibandingkan kelompok pendapatan tinggi. Ini menjadi catatan penting untuk penajaman intervensi,” jelasnya.
Akses Data Terbuka dan Harapan Masa Depan
Seluruh hasil SSGI 2024 telah dikompilasi dalam sebuah buku dan dapat diakses publik melalui laman resmi BKPK Kemenkes RI. Langkah ini mencerminkan transparansi sekaligus dorongan agar data digunakan seluas-luasnya untuk merancang kebijakan dan program.
“Tujuan utama diseminasi ini adalah agar data SSGI dimanfaatkan sebagai dasar perencanaan, evaluasi program, dan identifikasi wilayah prioritas. Semoga hasil ini semakin memperkuat intervensi yang berdampak nyata bagi bangsa,” tutup Prof. Asnawi.
Sementara itu, Menkes Budi kembali mengingatkan bahwa perjuangan belum selesai. “Yuk, jangan lupa, tahun ini target kita 18,8%,” ajaknya.
Dengan sinergi lintas sektor, intervensi tepat sasaran, dan pemanfaatan data yang akurat, Indonesia terus melangkah menuju generasi bebas stunting.
Advertisement