Sukses

Dukung Kejagung Usut Tuntas Korupsi Sritex, Pakar Hukum: Perdata dan Pidananya Harus Jalan

Kejagung tengah mengusut kasus dugaan korupsi terkait kredit yang dilakukan PT Sritex. Dalam kasus ini, Kejagung telah menetapkan tiga orang sebagai tersangka, di antaranya bos Sritex dan dua petinggi bank BUMD.

Diperbarui 01 Jun 2025, 20:44 WIB Diterbitkan 01 Jun 2025, 20:44 WIB

Liputan6.com, Jakarta - Kejaksaan Agung (Kejagung) tengah mengusut tuntas kasus dugaan korupsi terkait pemberian kredit dari beberapa bank ke PT Sri Rejeki Isman (Sritex). Upaya tersebut mendapat dukungan dari berbagai pihak, termasuk Pakar Hukum Universitas Brawijaya, Aan Eko Widiarto.

Aan mengatakan, pailit dan korupsi memang dua kasus yang berbeda. Kepailitan merupakan proses perdata terkait hukum korporasi, sementara korupsi adalah masalah pidana. Namun begitu, pengusutan perkaranya dapat berjalan bersamaan, baik perdata dan pidananya.

“Dua hal ini adalah hal yang berbeda. Karena kalau pailit yang memang benar-benar pailit tidak ada unsur pidana banyak juga, memang unsurnya pailit. Tapi juga ada yang pailit disertai unsur tidak pidana, yang juga terjadi di Sritex,” tutur Aan saat dihubungi wartawan, Minggu (1/6/2025).

“Jadi apa yang dilakukan Kejaksaan Agung menurut saya tepat, karena untuk mengungkapkan aspek pidananya. Perkara pailitnya itu kan di aspek perdata, itu biar berjalan sesuai mekanisme unsur perdata,” sambungnya.

 

2 dari 4 halaman

Pailit yang Sebabkan Korupsi

Menurut Aan, dugaan pailit Sritex yang diakibatkan oleh korupsi menyebabkan adanya unsur pidana dalam kasus tersebut. Sehingga, dia mendorong Kejagung dapat mengusut perkara pidana sebagaimana kewenangannya.

“Ya tidak ada masalah (pengusutan perdata dan pidana bersamaan). Ini kan kasus pidananya mengikuti ya, mengikuti dalam proses pailitnya ini. Jadi ini bisa menjadi salah satu modus, dengan adanya pailit itu kemudian mengakibatkan adanya unsur pidana di dalamnya,” jelas dia.

Aan mengatakan, jika Kejagung tidak segera menegakkan proses pidana korupsi terhadap Sritex, maka akan menimbulkan lebih banyak kerugian, baik terhadap para pekerja lantaran niat jahat sengaja menjadikan pailit perusahaan, serta untuk negara akibat korupsi.

“Harus dimintai pertanggungjawaban. Dua-duanya (perkara perdata dan pidana) memang harus jalan,” kata Aan menandaskan. 

 

3 dari 4 halaman

Kejagung Tetapkan 3 Tersangka

Sebagai informasi, Kejaksaan Agung menetapkan tiga tersangka terkait kasus dugaan korupsi pemberian kredit kepada PT Sritex.

Para tersangka adalah Pemimpin Divisi Korporasi dan Komersial PT Bank Pembangunan Daerah Jawa Barat dan Banten (BJB) Tahun 2020, Dicky Syahbandinata. Kemudian Direktur Utama PT Bank DKI Tahun 2020, Zainuddin Mappa dan Direktur Utama PT Sritex Tahun 2005–2022 Iwan Setiawan Lukminto.

Kapuspenkum Kejagung Harli Siregar menyampaikan, penyidik tengah mendalami ke mana pembayaran kredit oleh bos PT Sri Rejeki Isman (Sritex) Iwan Setiawan Lukminto (ISL), yakni untuk perusahaan atau pribadi.

“Nah itu yang sedang terus didalami, ke mana aliran penggunaan uang Rp692 miliar. Sehingga itu dikatakan sebagai kerugian uang negara. Kan kalau kita dengar penjelasan, ini kan sesungguhnya bahwa pemberian kredit ini kan harus digunakan untuk modal kerja,” tutur Harli kepada wartawan, dikutip Sabtu (24/5/2025).

 

4 dari 4 halaman

Kejagung Dalami Penggunaan Kredit Sritex

Hasil temuan fakta di lapangan, mengungkap bahwa tersangka Iwan Setiawan Lukminto menggunakan kredit ini untuk hal lainnya, termasuk urusan pembayaran utang. 

“Nah ini sekarang yang sedang didalami oleh penyidik apakah pembayaran utang perusahaan atau uang pribadi. Tetapi sekiranya pun ini dilakukan untuk pembayaran utang perusahaan, nah ini juga tidak dibenarkan. Kenapa? Karena ini tidak sesuai dengan peruntukan. Karena di dalam akad atau kontrak pemberian kredit itu sudah disepakati, sudah diperjanjikan bahwa ini dilakukan untuk modal kerja,” ucap Harli.

OSZAR »