Liputan6.com, Jakarta - Wukuf di Arafah adalah momen paling sakral dalam ibadah haji. Pada saat itu, para jemaah berkumpul, bermunajat, dan memperbanyak doa sebagai puncak dari seluruh rangkaian manasik.
Namun bagi jemaah perempuan, ada sejumlah hal khusus yang perlu diperhatikan agar ibadah tetap sah dan terasa nyaman.
Baca Juga
Musytasyar dini yang tergabung dalam Petugas Penyelenggara Ibadah Haji (PPIH) Arab Saudi Badriyah Fayumi menyampaikan, haji adalah bentuk jihad bagi perempuan.
Advertisement
"Perempuan yang berhaji telah melakukan pengorbanan besar, meninggalkan keluarga, rutinitas harian, dan menempuh perjalanan panjang demi memenuhi panggilan Ilahi," kata Badriyah seperti dikutip dari keterangan tertulis, Minggu (25/5/2025).
Badriyah mengingatkan, jelang wukuf, jemaah perempuan diingatkan untuk memperhatikan sejumlah hal. Tujuannya, kata dia, agar para jemaah ibadah wukuf dapat menjadi titik balik spiritual.
"Ketika kita lelah berjalan menuju Jamarat, niatkan sebagai langkah menuju Allah. Ketika kita melepaskan kenyamanan saat ihram, niatkan sebagai tanda cinta kepada-Nya. Semoga semua pengorbanan ini mengantarkan kita menjadi haji yang mabrur," Badriyah menandasi.
Berikut lima hal yang perlu diperhatikan jemaah perempuan saat wukuf di Arafah:
1. Haid Bukan Halangan untuk Wukuf
Banyak perempuan yang bertanya, apakah haid membuat mereka tak bisa ikut wukuf? Jawabannya, tidak. Perempuan yang sedang haid tetap bisa melaksanakan wukuf. Yang tidak bisa dilakukan hanya tawaf, itu pun bisa dilakukan setelah suci.
Kalau haid datang saat baru tiba di Makkah dan waktu sudah mendekati wukuf, jemaah bisa mengubah niat haji dari tamattu’ menjadi qiran.
Dengan begitu, mereka tetap bisa ikut wukuf tanpa harus tergesa menyelesaikan umrah lebih dulu. Niatkan haji qiran, ikuti wukuf, lalu lanjutkan rangkaian ibadah. Umrah bisa dilakukan setelah suci.
Â
Para jemaah haji termasuk jemaah haji dari Indonesia menjalani puncak ibadah haji yaitu wukuf di Arafah, Selasa (27/6) kemarin. Sementara jemaah haji yang tengah menjalani rawat inap di luar Arafah, mendapat layanan safari wukuf menggunakan bis.
Hal Lainnya yang Perlu Diperhatikan
Hal selanjutnya yaitu:
2. Antisipasi dengan Pembalut atau Pampers
Selama wukuf, antrean di toilet biasanya sangat panjang. Untuk menghindari hal-hal yang tak diinginkan, jemaah perempuan disarankan mengenakan pembalut atau pampers. Hal ini bukan soal kenyamanan semata, tapi juga menjaga kesucian pakaian ihram. Setelah ada kesempatan, barulah bersuci dan mengganti.
3. Masker dan Aurat Saat Ihram
Secara fikih, perempuan tidak diperkenankan menutup wajah dan telapak tangan saat ihram. Namun dalam kondisi tertentu seperti cuaca ekstrem atau risiko penularan penyakit ISPA, penggunaan masker diperbolehkan. Hal itu demi menjaga kesehatan. Tapi kalau ingin lebih berhati-hati, bisa membayar fidyah dengan puasa tiga hari atau sedekah kepada enam fakir miskin.
Adapun membuka jilbab di hadapan sesama perempuan saat ihram tidak termasuk pelanggaran. Namun tetap disarankan menjaga aurat selama ihram sebagai bentuk kehati-hatian dalam beribadah.
4. Hemat Tenaga, Gandakan Ibadah
Menjelang Armuzna, banyak aktivitas fisik menanti. Oleh karena itu, jemaah—khususnya perempuan—dianjurkan menyimpan tenaga. Sebab masih punya waktu dua pekan menuju Armuzna. Gunakan waktu tersebut untuk ibadah yang ringan tapi berpahala besar, seperti zikir, tadarus, sedekah, doa, sabar, dan pengendalian diri.
5. Hindari Perdebatan, Perkuat Keikhlasan
Tak jarang, perbedaan pendapat fikih menjadi bahan perdebatan di kalangan jemaah. Jemaah diimbau agar hal itu dihindari. Pilihlah pendapat yang paling menenangkan hati. Jangan habiskan waktu untuk memperdebatkan hal yang tidak perlu. Fokuslah pada niat dan keikhlasan.
Â
Advertisement
53 Jemaah Haji Meninggal di Tanah Suci, Penyebab Terbanyak Penyakit Jantung
Sebelumnya, sebanyak 53 jemaah haji asal Indonesia meninggal dunia per 23 Mei 2025 seperti tercatat dalam Sistem Komputerisasi Haji Terpadu Bidang Kesehatan (Siskohatkes). Dari angka tersebut, 19 jemaah haji meninggal karena serangan jantung.
Dalam kunjungan ke Sektor 7 Daerah Kerja Makkah, salah satu Tim Visitasi Kesehatan dokter Agus Sulistyawati, SpS. mengungkapkan jemaah haji yang meninggal dunia sebagian besar memiliki riwayat penyakit jantung dan komorbid. Lalu, kurang mengontrol diri untuk membatasi aktivitas fisik mereka.
"Kami sangat prihatin dengan angka kematian yang terjadi. Belasan jemaah telah berpulang, dan sebagian besar disebabkan oleh penyakit jantung," ungkap Sulis mengutip keterangan Kemenkes RI.
Melihat data itu, Kementerian Kesehatan RI mengimbau kepada jemaah haji yang sudah lansia dan memiliki penyakit penyerta (komorbid) untuk bijak dalam menjalankan ibadah sunnah.
Ibadah sunah memang memiliki pahala yang besar, namun kesehatan dan keselamatan jiwa jauh lebih utama.
"Kami menganjurkan jemaah untuk tidak memaksakan diri," pesan Kepala Pusat Kesehatan Haji, Kemenkes Liliek Marhaendro Susilo.
Â
Jelang Puncak Ibadah Haji Jemaah Haji Lansia Harus Punya Manajemen Diri yang Baik
Puncak ibadah haji saat di Arafah, Muzdalifah, Mina (Armuzna) mulai berangkat pada 4 Juni mendatang. Pada puncah ibadah haji ini, kata Liliek, membutuhkan persiapan serta manajemen diri yang baik.
Liliek mengatakan para jemaah haji lansia atau orang yang punya penyakit penyerta diminta untuk mengurangi ibadah sunnah yang membutuhkan tenaga ekstra.
"Contohnya, mengurangi frekuensi umroh, tawaf sunah berulang kali, menghindari jalan kaki jarak jauh ke Masjidil Haram ataupun Masjid Nabawi, serta wisata ziarah. Jemaah harus memastikan waktu istirahat yang cukup," tegas Liliek.
Liliek mengatakan ada beberapa hal yang perlu dilakukan jemaah haji agar tetap sehat selama di Tanah Suci:
- Hindari beribadah di siang hari yang terik.
- Gunakan selalu Alat Pelindung Diri (APD) seperti masker, payung, kacamata hitam, alas kaki, ketika akan dan saat melakukan ibadah.
- Minum air putih atau air zam-zam sedikit demi sedikit hingga 2 liter per hari.
- Jangan lupa juga minum oralit sehari sekali agar tidak dehidrasi.
Liliek mengingatkan agar para jemaah hjai yang sakit dan yang sudah minum obat untuk diminum secara teratur. Para jemaah juga disarankan untuk bisa mengelola stres dengan selalu berpikiran positif dan berzikir.
Bagi yang memiliki penyakit penyerta, diminta untuk memeriksakan kesehatan tiga kali dalam seminggu ke petugas kesehatan untuk memastikan faktor risiko penyakit terkendali.
"Dan, yang paling penting adalah dampingi jemaah dengan komorbid dan Lansia yang memiliki riwayat jantung bekerja sama dengan ketua regu dan jemaah yang sehat," ucap Liliek.
Advertisement