Sukses

Mendag Budi Santoso Nego Tarif Resiprokal AS Dihapus, Ini Alasannya

Menteri Perdagangan (Mendag) Budi Santoso ingin tarif resiprokal dihapus sehingga hanya dikenakan tarif 3%.

Diperbarui 21 Mei 2025, 19:50 WIB Diterbitkan 21 Mei 2025, 19:50 WIB

Liputan6.com, Jakarta - Menteri Perdagangan (Mendag) Budi Santoso berharap tarif balasan atau tarif resiprokal Amerika Serikat dihapus terhadap barang asal Indonesia, termasuk furnitur. Harapannya, hal itu akan memudahkan produk asal Indonesia masuk ke negara tersebut.

Budi menyampaikan, nilai ekspor furnitur ke AS mencapai Rp 1,64 miliar. Ini setara dengan 5,57 persen pangsa pasar produk Indonesia di negeri Paman Sam. Dia menjelaskan, jika dikenakan tarif resiprokal, biayanya akan meningkat, saat ini tarif furnitur RI sekitar 3 persen.

"Jadi kalau, ini misalnya contohnya furnitur ya, furnitur itu berapa persen, Pak? 3 persen kalau salah ya? 3 persen, itu kalau ditambahkan resiprokal 32 (persen), ya berarti jadi 35 (persen) sebenarnya," ungkap Budi Santoso dalam Peluncuran IFEx 2026, di Kantor Kemendag, Jakarta, Rabu (21/5/2025).

Dia berharap tarif resiprokal itu dihapus, sehingga besaran yang berlaku untuk furnitur RI tetap 3 persen. Saat ini pun, dalam 90 hari sejak pengumuman tarif baru Presiden AS Donald Trump memberlakukan tarif dasar 10 persen.

Kendati begitu, Budi bilang importir furnitur asal Indonesia cenderung tidak ingin membayar besaran tarif tersebut dan meminta diskon dari pengirim daei Indonesia. Ini menjadi beban biaya yang harus dikeluarkan eksportir furnitur Tanah Air.

"Makanya kita minta supaya resiprokalnya hilang.  Kalau resiprokal hilang berarti tetap 3 persen. Sekarang selama 90 hari hanya dikenakan baseline 10 persen. Jadi 10 tambah 3. Tapi importir Amerika ini juga gak mau bayar juga tuh bea masuknya. Maunya didiskon 10 persen, diskon ke eksportirnya," tuturnya.

2 dari 3 halaman

Masih Negosiasi

Budi menyadari, harapan itu masih belum bisa dikabulkan. Lantaran, proses negosiasi antara Indonesia dan Amerika Serikat masih dalam tahap awal agar menghilangkan tarif resuprokal tadi.

Adapun, Indonesia berpeluang dikenakan tarif tambahan sekitar 32 persen. Pada masa 90 hari sejak awal April 2025, AS menetapkan tarif 10 persen ke seluruh negara mitra dagangnya.

"Tapi kita negosiasinya baru ngomong ya, Pak. Ya kemarin sudah ketemu, baru ngomongin kerangkanya ya, apa cakupan yang akan dinegosiasikan," tutur Budi.

Usul Pangkas Regulasi Ekspor Furnitur

Diberitakan sebelumnya, Menteri Perdagangan Budi Santoso mengusulkan pemangkasan regulasi untuk ekspor furnitur dari Indonesia. Salah satunya memangkas kewajiban legalitas furnitur dan kerajinan.

Legalitas itu merujuk pada Sistem Verifikasi Legalitas dan Kelestarian (SVLK) atau V-legal yang diterbitkan Kementerian Kehutanan. Saat ini, eksportir furnitur wajib menyertakan asesmen SVLK terhadap produknya.

"Deregulasi ekspor kita kemarin sudah diskusi dengan teman-teman asosiasi kemudian juga dengan Kementerian Kehutanan. Kita sih pengennya sebenarnya kalau produk turunan dari kayu seperti furnitur dan kerajinan itu gak perlu v-legal," ungkap Budi dalam Peluncuran IFEx 2026, di Kantor Kementerian Perdagangan, Jakarta, Rabu (21/5/2025).

3 dari 3 halaman

Tak Perlu Diwajibkan

Dia mengatakan, dokumen V-legal bisa tetap diberlakukan bagi negara-negara yang mewajibkannya. Yakni, Uni Eropa dan Inggris. Sementara itu, dokumen V-legal untuk ekspor furnitur ke negara lain tak perlu diwajibkan.

"Supaya ekspor di luar UK (Inggris) dan Uni Eropa itu sifatnya tidak wajib. Kecuali memang, ya voluntary, kecuali memang eksportirnya menginginkan ya silahkan," kata dia.

"Tetapi khusus produk furnitur dan kerajinan. Kalau produk kayu, ya balok kayu dan sebagainya, ya kami sepakat tetap dengan SVLK," kata Budi.

EnamPlus
OSZAR »