Sukses

Mandiri Sekuritas Ramal IHSG 7.600 di Akhir 2025, Ini Katalisnya

Dalam sebulan terakhir hingga 2 Mei, Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) mencatatkan lonjakan sebesar 11%, menjadikan kinerja year-to-date positif sebesar 0,4%.

Diperbarui 19 Mei 2025, 15:10 WIB Diterbitkan 19 Mei 2025, 15:10 WIB

Liputan6.com, Jakarta - PT Mandiri Sekuritas memperkirakan Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) akan berada di posisi 7.600an hingga akhir 2025. Keyakinan ini seiring ketahanan yang relatif kuat di tengah pengumuman tarif global baru-baru ini.

Meskipun tekanan muncul di pasar global, indeks saham domestik hanya turun sekitar 8–9%, dan menjadi salah satu yang paling cepat pulih setelah pengumuman kebijakan tarif pada 2 April lalu. Kinerja ini menempatkan Indonesia sebagai pasar yang resilien dibanding negara lain.

"Proyeksi kami IHSG sekitar 7.150 sampai 7.600an untuk di akhir tahun ini," kata Head of Equity Research Mandiri Sekuritas, Adrian Joezer dalam Mandiri Economic Outlook, Senin (19/5/2025).

Dalam sebulan terakhir hingga 2 Mei, Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) mencatatkan lonjakan sebesar 11%, menjadikan kinerja year-to-date positif sebesar 0,4%. Investor mulai melihat peluang di tengah potensi pelonggaran kebijakan moneter dan stabilitas nilai tukar rupiah. Sinyal dovish dari bank sentral membuka ruang bagi likuiditas untuk membaik.

Valuasi Murah, Saham RI Jadi Primadona di ASEAN

Selain itu, faktor seperti musim dividen dan penurunan penerbitan instrumen SRBI memperkuat sentimen positif di pasar. Likuiditas yang membaik direspons positif oleh pelaku pasar, memberikan harapan pada penguatan arus modal domestik.

“Dan memang kita disini sudah melihat rebound-nya di asset class ini pada saat tarif itu di-announce di 2 April, kita ini salah satu yang paling resilient," imbuh Adrian.

 

2 dari 3 halaman

Pertumbuhan Laba Bersih

Valuasi pasar saham Indonesia kini tergolong sangat murah, menjadikannya incaran investor regional dan global. Dibandingkan dengan pasar saham negara ASEAN lainnya, Indonesia unggul dalam pertumbuhan laba bersih per saham (EPS) tahunan yang mencapai 7,4% dalam lima tahun terakhir, jauh di atas Malaysia (4,3%) dan Thailand (negatif).

Selain itu, yield dividen yang meningkat menjadi 4-5% dalam dua tahun terakhir mencerminkan kekuatan neraca perusahaan domestik. Meskipun valuasi pasar terkoreksi, jika komponen EPS dan dividen digabungkan, investor tetap memperoleh imbal hasil sekitar 10% per tahun. Kontraksi Price to Earnings (PE) sekitar 4,9% setiap tahun menjadi satu-satunya penekan.

Dengan ekspektasi bahwa dolar AS telah mencapai puncaknya dan valuasi saham di AS yang tergolong mahal, investor mulai melirik emerging market seperti Indonesia.

“Jadi lima tahun terakhir secara compounded annual growth EPS growth Indonesia itu sekitar 7,4 persen per tahunnya," jelas Adrian.

 

3 dari 3 halaman

Buyback Saham dan Peran Investor Domestik Dorong Pasar

Salah satu katalis positif pasar saham Indonesia datang dari aksi buyback yang agresif oleh emiten. Hingga akhir April 2025, tercatat sekitar 45–46 perusahaan menyatakan niat melakukan buyback, menjadikannya periode tertinggi kedua setelah krisis COVID-19. Relaksasi aturan buyback tanpa keharusan RUPS turut mempermudah langkah korporasi.

Kondisi keuangan perusahaan yang sehat juga menjadi alasan utama buyback dilakukan. Meskipun belum seluruhnya dieksekusi, komitmen ini menunjukkan sinyal kepercayaan dari korporasi terhadap prospek pasar.

Selain itu, aksi beli dari investor domestik juga mulai mendominasi, mengimbangi aksi jual asing yang tercatat moderat secara neto. Kombinasi antara buyback, kekuatan arus domestik, dan potensi easing global menjadi faktor kunci dukungan pasar ke depan.

“Tapi paling tidak kita melihat confidence-nya ini sudah diberikan ke pasar ya dan memang dari data point seperti custodian data ya memang di bulan April itu terjadi pembelian juga oleh domestic corporate juga ya," lanjut Adrian.

 

EnamPlus
OSZAR »