Liputan6.com, Jakarta - Laksa Betawi merupakan salah satu kuliner Jakarta yang mencerminkan perpaduan budaya dan sejarah panjang wilayah tersebut. Hidangan ini bukan sekadar makanan, tetapi juga cermin dari akulturasi budaya yang terjadi di kota metropolitan yang sejak dahulu menjadi titik temu berbagai etnis dan budaya, mulai dari Melayu, Tionghoa, Arab, India, hingga Eropa.
Laksa Betawi berbeda dengan jenis laksa dari daerah lain seperti Laksa Bogor, Laksa Palembang, atau Laksa Penang di Malaysia. Ciri khas dari Laksa Betawi adalah penggunaan mi atau bihun sebagai bahan dasar yang kemudian disiram dengan kuah kental berwarna kekuningan yang kaya akan rempah dan santan.
Kuah ini biasanya dimasak dengan berbagai bumbu seperti kunyit, kemiri, lengkuas, jahe, dan serai yang ditumbuk halus, serta santan kelapa yang memberikan rasa gurih dan tekstur lembut yang membalut mi secara menyeluruh. Penggunaan rempah-rempah ini memperlihatkan pengaruh kuat budaya Melayu dalam proses pengolahan makanan, terutama dalam penggunaan santan dan bumbu aromatik yang menggugah selera.
Advertisement
Baca Juga
Sejarah mencatat bahwa budaya Betawi lahir dari percampuran berbagai kebudayaan yang dibawa oleh para pendatang dan penjajah ke Batavia, sebutan lama untuk Jakarta. Dalam konteks Laksa Betawi, pengaruh Melayu sangat kental terasa, baik dari segi nama maupun cita rasa.
Kata laksa sendiri diyakini berasal dari bahasa Sanskerta yang berarti banyak, merujuk pada banyaknya bumbu atau bahan yang digunakan dalam hidangan ini. Namun dalam perkembangan kuliner Melayu, istilah laksa kemudian digunakan untuk menyebut makanan berkuah dengan campuran mi atau bihun yang kaya rempah.
Seiring dengan berkembangnya perkampungan Melayu di pesisir Jakarta pada abad ke-18 hingga 19, resep-resep laksa pun ikut terbawa dan mengalami adaptasi sesuai dengan selera lokal serta ketersediaan bahan di wilayah Betawi.
Masyarakat Betawi kemudian mengolah laksa dengan gayanya sendiri, menambahkan isian khas seperti irisan telur rebus, daun kemangi, taoge, dan kerupuk. Beberapa versi juga menyertakan daging ayam atau ikan rebus yang disuwir halus, sehingga memperkaya rasa dan tampilan sajian.
Warisan Budaya
Kekayaan rasa dalam semangkuk Laksa Betawi bukanlah hasil dari kebetulan, melainkan dari proses panjang yang melibatkan teknik memasak turun-temurun serta pemahaman mendalam terhadap komposisi rempah.
Ketika kita mencicipi Laksa Betawi, kita tidak hanya merasakan gurihnya santan atau pedas lembut dari cabai dan lada, tetapi juga kompleksitas rasa yang muncul dari interaksi antar bumbu seperti ketumbar, jintan, dan daun salam yang memberikan aroma khas.
Proses pembuatan kuah yang biasanya memerlukan waktu cukup lama menunjukkan bahwa kuliner ini tidak hanya dibuat untuk mengenyangkan perut, tetapi juga untuk dinikmati sebagai pengalaman rasa yang lengkap dan memuaskan.
Tradisi ini memperlihatkan bagaimana masyarakat Betawi menghargai makanan sebagai bagian penting dari identitas dan warisan budaya. Bahkan, dalam beberapa acara adat atau perayaan keluarga besar, Laksa Betawi sering dijadikan sajian utama yang menunjukkan kehormatan kepada tamu sekaligus kebanggaan atas kekayaan dapur Betawi.
Sayangnya, keberadaan Laksa Betawi kini semakin jarang ditemukan di tengah maraknya makanan cepat saji dan bergaya modern yang mendominasi pasar kuliner Jakarta. Warung-warung yang menyajikan Laksa Betawi otentik bisa dihitung dengan jari, meski beberapa usaha kuliner rumahan dan komunitas pecinta kuliner tradisional berusaha untuk tetap mempertahankan eksistensinya.
Keunikan dan nilai historis Laksa Betawi menjadi alasan mengapa hidangan ini layak untuk dipromosikan sebagai bagian dari identitas kuliner Indonesia yang beragam.
Pemerintah daerah maupun komunitas budaya sebaiknya memberi perhatian lebih terhadap pelestarian makanan-makanan tradisional seperti ini, baik melalui festival kuliner, program pelatihan masak, maupun dukungan terhadap UMKM makanan khas daerah.
Dengan begitu, Laksa Betawi tidak hanya bertahan sebagai menu di meja makan, tetapi juga sebagai simbol dari kekayaan budaya yang hidup dan berkembang di tengah modernitas kota Jakarta. Setiap suapan laksa membawa kita pada jejak panjang sejarah Jakarta sebagai pelabuhan penting yang terbuka bagi berbagai pengaruh luar, tetapi tetap mampu mengolah dan menyesuaikannya menjadi sesuatu yang khas dan membumi.
Dari rempah yang berasal dari India, cara masak ala Melayu, hingga penggunaan mi yang terpengaruh budaya Tionghoa, semuanya berpadu dalam semangkuk Laksa Betawi yang kaya rasa dan cerita.
Maka dari itu, menjaga dan mempopulerkan kembali Laksa Betawi bukan hanya soal menikmati makanan lezat, melainkan juga menghargai warisan budaya yang telah membentuk wajah kuliner Indonesia hari ini.
Â
Penulis: Belvana Fasya Saad
Advertisement