Sukses

Desa Tenganan, Menjaga Tradisi Bali Kuno dengan Larangan Membuka Jendela

Desa Tenganan Pegringsingan merupakan salah satu permukiman Bali Aga tertua yang masih mempertahankan struktur sosial dan arsitektur tradisional. Rumah-rumah di desa ini dibangun berderet dengan pola memanjang dari timur ke barat.

Diperbarui 21 Mei 2025, 03:00 WIB Diterbitkan 21 Mei 2025, 03:00 WIB

Liputan6.com, Bali - Desa Tenganan Pegringsingan di Karangasem tetap mempertahankan aturan adat yang ketat di tengah modernisasi. Salah satunya adalah larangan membuka jendela rumah.

Aturan ini merupakan tradisi turun-temurun di desa ini. Hal ini juga menjadi bagian dari sistem kepercayaan dan tata ruang masyarakat Bali Aga yang telah berlangsung selama berabad-abad.

Mengutip dari berbagai sumber, Desa Tenganan Pegringsingan merupakan salah satu permukiman Bali Aga tertua yang masih mempertahankan struktur sosial dan arsitektur tradisional. Rumah-rumah di desa ini dibangun berderet dengan pola memanjang dari timur ke barat.

Pola ini mengikuti konsep Tri Hita Karana tentang keseimbangan antara manusia, alam, dan spiritual. Setiap rumah memiliki jendela masing-masing.

Akan tetapi, masyarakat setempat menutupnya sebagai bentuk kepatuhan terhadap awig-awig (hukum adat) yang tercatat dalam lontar-lontar kuno. Larangan membuka jendela berkaitan dengan filosofi ruang dalam budaya Bali Aga.

Jendela yang tertutup diyakini dapat mencegah masuknya pengaruh negatif. Hal ini juga sekaligus mempertahankan kesucian area dalam rumah sebagai tempat persembahyangan dan istirahat.

Konsep ini selaras dengan pembagian ruang tradisional Bali yang membedakan zona nista (kotor), madya (menengah), dan utama (suci). Pintu depan yang selalu terbuka lebar menjadi satu-satunya akses cahaya dan udara.

Struktur bangunan tanpa jendela terbukti adaptif terhadap iklim setempat. Dinding bata merah tanpa bukaan samping mampu menstabilkan suhu ruangan di tengah terik matahari Bali timur.

Material atap ijuk dan plafon kayu memberikan sirkulasi udara alami melalui pori-pori kecil, menggantikan fungsi ventilasi konvensional. Pola ini tercatat dalam naskah Usana Bali abad ke-12 yang menyebutkan teknik arsitektur nyegara-gunung (mengikuti alur alam) untuk permukiman pegunungan.

Aspek sosial dalam aturan ini terlihat dari pengaturan tata ruang desa yang homogen. Tanpa jendela yang terbuka ke jalan, interaksi warga hanya terjadi di bale banjar (balai pertemuan) atau saat beraktivitas di halaman depan.

 

2 dari 2 halaman

Meminimalkan Konflik

Pola ini meminimalkan konflik privasi di komunitas yang sangat komunal. Catatan antropologis tahun 1930-an menunjukkan sistem ini efektif mempertahankan kohesi sosial meski desa mulai terpapar pengaruh luar.

Larangan ini tidak menghambat modernisasi terbatas yang diadopsi Desa Tenganan. Listrik dan peralatan elektronik diperbolehkan asalkan tidak mengubah struktur bangunan.

Beberapa rumah kini memasang kaca transparan di jendela untuk kebutuhan pencahayaan tanpa melanggar aturan pembukaan jendela. Dokumen Kemdikbud tahun 2019 mencatat bahwa 98% dari 276 kepala keluarga di Tenganan masih mematuhi aturan ini secara ketat.

Kepatuhan tinggi ini didukung oleh sistem sangsi adat berupa denda atau pengucilan sementara bagi pelanggar. Universitas Udayana dalam penelitian tahun 2021 menemukan bahwa suhu dalam rumah tertutup Tenganan rata-rata 2-3°C lebih rendah dibanding rumah modern berjendela di area sama.

Penulis: Ade Yofi Faidzun

EnamPlus
OSZAR »