Liputan6.com, Jakarta - Saraf kejepit bisa terjadi pada siapa saja, tanpa pandang usia maupun profesi. Baik ibu rumah tangga, pekerja kantoran, atlet, hingga mereka yang sehari-hari hanya aktif scrolling media sosial pun punya risiko. Ini karena saraf kejepit tidak muncul tiba-tiba, dan sering kali terkait dengan kebiasaan serta riwayat benturan yang dianggap sepele.
“Saraf terjepit tidak akan terjadi kalau tidak ada perubahan struktur tulang. Harus terjadi penyempitan dulu pada ruas tulang belakang,” jelas dr. Irca Ahyar Sp.N, DFIDN dari DRI Clinic, dikutip dari keterangan tertulis Senin (2/6).
Baca Juga
Tak Terjadi dalam Semalam
Menurut dr. Irca, ada dua penyebab saraf kejepit yang utama: trauma mendadak dan proses jangka panjang.
Advertisement
Trauma bisa berasal dari benturan akibat kecelakaan atau aktivitas berat seperti olahraga high impact. Misalnya saat jatuh terduduk atau salah angkat beban berat.
“Perubahan struktur tulangnya memang benar-benar baru terjadi. Contohnya, kita mengangkat beban berat tapi otot tidak siap, atau posisi tubuhnya salah,” jelasnya.
Namun, tak semua kasus muncul mendadak. Banyak orang yang baru menyadari gejala saraf kejepit saat dewasa, padahal pergeseran tulang mungkin sudah terjadi sejak masa kecil karena jatuh dari pohon atau tangga.
“Saat dewasa dan mengangkat beban, bisa tiba-tiba terasa nyeri di pinggang sampai bokong. Saat dicek X-ray, ternyata itu akibat benturan lama yang baru ‘aktif’ sekarang,” lanjut dr. Irca.
Duduk Lama Bisa Picu Risiko?
Duduk terlalu lama atau kebiasaan bermain ponsel sambil tengkurap memang tidak langsung menyebabkan saraf kejepit. Tapi jika dilakukan terus-menerus selama berbulan-bulan, apalagi dengan postur tubuh yang salah, maka struktur tulang bisa berubah perlahan.
“Jika sebelumnya ada riwayat benturan, posisi duduk yang salah secara konsisten bisa mempersempit celah antar tulang,” ujar dr. Irca.
Ia juga menyoroti pentingnya mengetahui riwayat keluarga, karena skoliosis sebagai kelainan tulang belakang genetik juga bisa meningkatkan risiko tanpa disadari.
Advertisement
Gejala Awal: Jangan Anggap Remeh Pegal
Gejala saraf kejepit bisa bervariasi, mulai dari pegal, nyeri, kesemutan, mati rasa, hingga sensasi seperti tersetrum. Yang membedakan dengan pegal biasa adalah konsistensinya.
“Pegal biasa bisa hilang setelah dipijat atau istirahat. Tapi pegal karena saraf terjepit cenderung muncul di area yang sama secara terus-menerus,” tegas dr. Irca.
Ia menambahkan, banyak orang mengabaikan gejala ringan ini karena dianggap tidak serius. Padahal, nyeri yang muncul terus-menerus di area tertentu bisa jadi tanda awal adanya penjepitan saraf.
Risiko Lumpuh Lokal
Saraf di sepanjang tulang belakang bertanggung jawab atas gerakan tubuh, mulai dari leher hingga kaki. Maka, jika saraf tersebut terjepit dan tidak ditangani, bisa berujung pada kerusakan saraf, bahkan kelumpuhan lokal.
“Saraf punya dua tugas: menggerakkan otot dan mengatur raba rasa. Kalau saraf rusak, kita bisa tidak merasakan luka, bahkan saat tertusuk benda tajam,” jelasnya.
Contohnya, jika saraf L3 (yang mengatur paha) terjepit, maka otot paha bisa mengecil dan fungsinya menurun drastis. Jika dibiarkan, kelumpuhan bisa terjadi di area yang digerakkan oleh saraf tersebut.
Advertisement
Proses Pemulihan Tidak Instan
Berbeda dengan luka di kulit, saraf butuh waktu lama untuk pulih. Tapi, bukan berarti tak bisa disembuhkan. Pada kondisi ringan, cukup dengan stretching dan terapi otot. Namun untuk kasus yang lebih berat, proses terapi bisa panjang dan bertahap.
“Kami tidak hanya menghilangkan nyeri, tapi memperbaiki sumber masalahnya. Kalau jarak antar tulang sudah kembali normal, maka nyeri akan hilang,” ungkap dr. Irca.
Sayangnya, banyak pasien berhenti terapi setelah gejala membaik sedikit. Padahal, struktur tulang perlu diperbaiki hingga tuntas agar keluhan tak datang kembali.