Sukses

Deteksi Dini Kanker Paru-Paru Bisa Selamatkan Nyawa, Begini Caranya

Deteksi dini kanker paru lewat LDCT dan skrining Naru bisa selamatkan nyawa. Kenali gejala awal dan faktor risikonya sebelum terlambat.

Diperbarui 22 Mei 2025, 15:00 WIB Diterbitkan 22 Mei 2025, 15:00 WIB

Liputan6.com, Jakarta - Kanker paru-paru menjadi penyakit mematikan dengan tingkat kematian tertinggi di dunia. Di Indonesia, kanker paru menempati peringkat kedua kasus terbanyak dan sering kali baru terdeteksi saat sudah masuk stadium lanjut.

Menurut data Global Cancer Statistic 2020, dari 2,2 juta kasus kanker paru di dunia, tercatat sebanyak 1,8 juta pasien meninggal.

Mirisnya, banyak pasien tidak merasakan gejala awal kanker paru sehingga telat mendapat penanganan. "Pasien umumnya datang saat sudah stadium lanjut atau stadium 4 karena gejalanya tidak khas," kata Pulmonologi (Paru) Subspesialis Onkologi Toraks dari MRCCC Siloam Hospitals Semanggi, dr. Linda Masniari, SpP (K).

Padahal, deteksi dini kanker paru bisa memperpanjang usia harapan hidup pasien hingga lebih dari lima tahun.

Salah satu upaya yang kini disarankan adalah skrining untuk mendeteksi kanker paru sejak dini, khususnya pada orang-orang yang memiliki faktor risiko tinggi.

 

2 dari 4 halaman

Kenali Faktor Risikonya

Faktor risiko kanker paru terbagi dalam tiga tingkat: ringan, sedang, dan berat. Faktor risiko yang tidak bisa dikendalikan meliputi usia, jenis kelamin, dan riwayat keluarga dengan kanker.

Sementara itu, faktor yang bisa dicegah termasuk kebiasaan merokok, paparan asap rokok, asap knalpot, asbes, dan polusi udara.

"Ketika seseorang mengalami batuk berkepanjangan selama dua minggu hingga satu bulan, usia di atas 45 tahun, disertai pusing dan penurunan berat badan, terutama jika memiliki kebiasaan merokok, maka perlu dilakukan pemeriksaan lanjutan," ujar dr. Linda.

 

3 dari 4 halaman

LDCT Lebih Akurat Deteksi Awal

Untuk skrining, saat ini disarankan menggunakan Low Dose CT Scan (LDCT) yang lebih sensitif dibandingkan foto thoraks.

LDCT mampu mendeteksi nodul atau benjolan yang berukuran lebih kecil, bahkan sebelum bergejala.

"Foto thoraks hanya bisa mendeteksi jika benjolan sudah berukuran lebih dari 3 cm. Dengan LDCT, kita bisa menemukan benjolan lebih dini sehingga penanganannya lebih cepat," kata dr. Linda.

Studi menunjukkan bahwa penggunaan LDCT bisa menurunkan angka kematian akibat kanker paru hingga 24 persen.

Deteksi yang lebih awal juga memungkinkan pasien menerima terapi lebih cepat dengan tingkat keberhasilan yang lebih tinggi.

 

4 dari 4 halaman

Program Skrining Mandiri Naru dari Kemenkes RI

Kementerian Kesehatan Republik Indonesia (Kemenkes RI) kini juga menyediakan program skrining mandiri kanker paru bernama Naru (Kenali Paru).

Melalui form skrining ini, masyarakat bisa menilai sendiri apakah masuk dalam kategori risiko ringan, sedang, atau berat.

Dari 11.785 orang yang telah mengisi form ini, sebanyak 76 persen terdeteksi memiliki risiko ringan dan diarahkan untuk konsultasi ke dokter paru.

Sedangkan yang masuk kategori risiko sedang dan berat, langsung dirujuk ke dokter onkologi.

Meskipun sering kali tanpa gejala, kanker paru tetap bisa dikenali melalui tanda-tanda awal seperti batuk yang tak kunjung sembuh.

Jika setelah pengobatan TBC selama enam bulan kondisi tidak membaik, pasien sebaiknya segera menjalani CT scan dan biopsi untuk diagnosis lebih lanjut.

"Skrining tidak harus menunggu gejala muncul. Kalau punya faktor risiko, segera periksa sebelum terlambat," tutup dr. Linda.

EnamPlus
OSZAR »